Suatu hari di Hutan Jati Gunungkidul

Jumat, sore tanggal 14 Desember saya dan Timur datang ke Sekretariatnya Kelompok Tani Hutan Sedyo Lestari di Desa Karangasem, Paliyan, Gunungkidul. Rencananya kami ngerjain dokumentasi peringatan 5 tahun Hutan Kemasyarakatan. Jadi ceritanya mulai tahun 1995, masyarakat di Gunungkidul dan Kulonprogo nanemi hutan negara pake pola Hutan Kemasyarakatan. Dulu mereka mau ngelakuin itu karena dapat imbalan bertumpangsari dan kelak dapet bagian saat kayu jati yang ditanam panen.

tari topeng  gunungkidul

Tanggal 15 Desember 2007, petani-petani hutan ini dapat ijin tetap pengelolaan hutan. Sayangnya, ijin tadi cuma untuk pemanfaatan kawasan hutan negara. Agar bisa memanfaatkan kayu di kawasan hutan, mereka masih butuh ijin kayu. Pohon-pohon yang ditanam kebanyakan antara tahun 2000 mpe 2001 kemarin tu dah mulai berdesakan. Sebagian harus dijarangi supaya pohon yang bagus-bagus bisa besar. Berhubung ijin kayunya lama nggak turun-turun, petani yang bergabung di Paguyuban Petani HKm akhirnya mutusin untuk bikin peringatan 5 tahun.

Pas kami datang, acara ternyata baru dimulai malam hari. Tenda-tenda tempat seharusnya pameran masih kosong. Habis magrib, barulah tenda-tenda tadi keisi dengan produk petani hutan mulai dari berbagai makanan olahan dari umbi-umbian, mebel, sampai kerajinan kayu. Malam hari sekitar pukul 7, acara dimulai dengan pidato-pidato. Salah satunya dari Bupati Gunungkidul yang juga mendukung program HKm. Habis itu pertunjukan wayangnya dimulai. Ceritanya tentang Semar Mbangun Khayangan. Berhubung saya engga bisa menikmati wayang, akhirnya saya dan Timur pulang ke rumah Bu Rokhimah, tempat kami menginap setelah mengambil gambar buat stock film.

wayang semar mbangun khayangan

Besok paginya, kami balik lagi ke lokasi acara. Sekitar jam 9 pagi, ada sekitar 20 jip berjajar di jalan raya. Rombongan lalu jalan nyusuri jalan raya ke arah Panggang. Lewat jalan-jalan berkelok-kelok yang kiri kanannya hutan jati. Seru! Sebenarnya, hampir tiap bulan saya lewat jalan-jalan tadi. Tapi naik jip rame-rame tu rasanya beda.

Pertama, kami berhenti di Wana Wisata Watu Payung di daerah Girisuko. Selain disambut oleh tarian jathilan, rombongan disuguhi makanan dari ketela yang diolah macem-macem. Tiwulnya enak banget.
Saya sama Timur lalu wawancara sama beberapa pengurus Kelompok Tani Sidomulyo. Mereka cerita tentang sejarah tempat wisata tadi. Dulu, tahun 2000-2001, hutan di daerah tadi sama kaya di daerah Gunungkidul lainnya: habis dijarah.

hutan gunungkidul

Pemerintah kemudian ngenalin program Hutan Kemasyarakatan. Peduduk rame-rame nanami hutan negara dengan tanaman jati karena dua hal. Awalnya mereka senang dapat lahan untuk pertanian. Trus ntar kalau kayu yang ditanam gede, mereka ngarepin dapet bagi hasil. Entah kenapa, tahun 2008 tiba-tiba tempat tadi ditetapkan jadi kawasan hutan lindung. Berhubung mereka nggak bisa ngarepin lagi hasil penjualan kayunya, masyarakat lalu ngubah lokasi tadi jadi tempat wisata.

Kebetulan lokasinya emang bagus. Ada di atas bukit dan bisa ngliat gunung-gunung dan lembah di sepanjang jalan. Trus nggak jauh dari sana juga ada air terjun. Masyarakat lalu swadaya buat bikin sarana seperti ruang pertemuan, gardu pandang, dan MCK. Sayangnya, duit mereka terbatas. Sarana yang dibangun belum bisa menampung lebih banyak orang. Efeknya, mereka sering nolak kalo mau dipakai outbond lebih dari 150 orang. Masyarakat di sana minta supaya pemerintah ngasih perhatian.

Habis itu kami jalan ke lokasi HKm lain lewat jalan berbatu. Sepanjang jalan kami lewat sama pohon-pohon yang berderet rapat. Sore hari, rombongan balik untuk acara potong tumpeng. Orang-orang mulai lesu gara-gara dapet berita kalo Pak Menhut batal datang hari seninnya.

4

Minggu pagi sebelum acara. Saya dan Timur jalan-jalan sama Bu Rokhimah ke hutan negara yang dia garap. Sambil direkam, Bu Rokhimah cerita kalau dulu di Gunungkidul itu susah cari kerjaan. Bapaknya dan tetangga sekitar yang kerja serabutan sering diupah sama orang Dinas Kehutanan untuk nebang kayu. Berhubung orang-orang mulai ngerti kalau kayu laku dijual, orang luar mulai nyuri kayu dan lama-kelamaan hutan gundul.

Program penghijauan yang dilakukan dulu-dulu pun engga berhasil. Karena tiap kali tanaman jati mulai besar, petani hutan pada njabut tanaman kayu supaya engga ngeganggu tanaman pertanian yang mereka tanam di bawahnya. Sejak Hutan Kemasyarakatan dikenalin di DIY, ada banyak masyarakat nanami hutan negara dengan tanaman kayu.

Dibandingin dengan program penghijauan lain, hutan negara yang ditanami dengan pola HKm tutupannya jauh lebih bagus. Petani penggarap lahan tadi jadi punya rasa memiliki. Mereka bikin kelompok buat ngeronda supaya engga ada pencuri kayu. Semenjak hutan negara tertutup sama pohon, sumber air di desa nggak lagi kering tiap kemarau.

Menhut Zulkifli Hasan

Agak siangan dikit kami datang ke lokasi acara buat sarasehan. Pembicara yang dateng ada Wakil Bupati Gunungkidul, Prof San Afri Awang (staff ahli menhut) sama Prof Suhardi (ahli pangan lokal tapi pas presentasi cerita tentang partainya). Sarasehan ini ngobrolin tentang perbaikan ekologi setelah muncul HKm. Di tengah-tengah acara, petani-petani pada minta supaya ijin kayunya cepat diturunkan. Kalau sampai akhir Desember engga ada kabar, mereka mau ramai-ramai ke Jakarta buat nemuin Menhut. Saya hampir ikutan pengen nangis waktu denger permintaan ini diucapin rame-rame. Ya, petani-petani ini dah lama banget nunggu ijinnya turun. Waktu awalnya denger menhut mau datang, mereka jadi berharap kalau ijin kayunya bakal ditanda-tangani.

Habis makan siang dan beres-beres, saya pulang ke Jogja bareng temen-temen dari Yayasan Shorea. Tiba-tiba ada telfon yang ngabarin kalau Pak Menhut besok siang jadi datang. Mas Puji yang nerima telfon awalnya sempat nggak percaya. Habis itu ia berusaha nelfon teman-teman di Gunungkidul buat nyiapin petani-petani buat datang besok. Mereka lalu masang lagi tenda, spanduk dan umbul-umbul yang barusan dibongkar.

Pas hari H, sebelum acara mulai hujan turun deres. Ratusan petani terutama dari seputaran Gunungkidul bela-belain datang. Habis pak Menhut pidato, mereka minta bareng-bareng supaya Menhut nandatangani ijin kayunya. Dannn… akhirnya ijin kayunya ditanda-tangani saat itu juga. Pada hore-hore sesudahnya.

Saya jadi inget waktu ngobrol sama Jastis Arimbar sebelumnya. Waktu saya cerita kalo di banyak tempat di Indonesia pengelolan hutan yang dilakukan sama masyarakat secara ekologi, sosial, dan ekonomi lebih bagus. Sayangnya, pengelolaan hutan jenis ini nggak populer. Yang tau cuma orang-orang kehutanan aja. Karena itu sering peraturan dan macem-macem engga ramah sama pengelolaan hutan jenis ini. Kalo kata Jastis sih, rata-rata petani hutan ini miskin dan engga berpendidikan. Mereka juga engga punya duit makanya susah nyari ijin lewat jalur hukum. Beda sama perusahaan-perusahaan yang mau ngelola hutan. Mereka bisa bayar pengacara untuk ngurus ijinnya supaya cepat turun. Moga aja sih ntar petani-petani hutan di tempat lain juga ngambil cara yang sama. Bareng-bareng bikin acara supaya mereka diperhatikan.

14 komentar di “Suatu hari di Hutan Jati Gunungkidul

  1. Tulisan yg mantap, tergugah dg situasi seperti itu. Memang upaya rakyat yg dg lugu dan ikhlas untk kelola hutan terbentur dg birokrasi ijin yg jlimet. Tp sy salut dg kegigihan masy arakat dan akhrnya dapat menemukan hasil yg gemilang. Sukses untk petani hkm

  2. ahhh…sedih sekaligus miris.
    proyek izin-izin sperti begini banyak dikomersialisasi (terutama untuk perusahaan kakap), izin-izin seperti itu seperti tidak berguna,manakala rakyat tidak diberikan edukasi setelahnya.
    Eh siapa tadi yg ngomongin partai? sungguh terlalu

  3. wah ternyata masih banyak orang di Indonesia yang peduli lingkungan
    contohnya ya pak tani tadi.
    Semoga ijin mereka dipermudah oleh pak MenHut 🙂

  4. Besar harapan semoga daerah hutan itu bisa mengalami peningkatan di segala sektor. Kalo memang belum diperhatiin pemerintah, coba colek lagi deh sampe ngeh beliau2nya 🙂

  5. ternyata bikin acara semacam peringatan bisa “menarik perhatian” pemerintah dan memperlancar acc yang tadinya macet. saya malah nggak pernah kepikiran ke arah situ..

  6. Stelah baca ini, jadi kangen jogja.

    Ingat gunung kidul jd ingat juga waktu masa2 kuliah dulu dijogja, yang tak terhitung lagi berapa x n ada apa digunung kidul kenapa saya dari jogja ke gunung kidul. hehehe

    Like this deh buat mba Lutfi. 🙂

  7. memang indah kehidupan masyarakat sekitar hutan gunungkidul,
    saya sendiri bekerja di Kesatuan Pengelolaan Hutan DIY, tepatnya di Bagian Daerah Hutan Panggang..
    Keserasian kepolosan masyarakat, gotong royong, dan kerja sama membangun hutan 🙂
    Pihak kami selalu mengadakan penyuluhan, pembentukan berbagai kelompok dan organisasi untuk meningkatkan kerjasama dan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam memanfaatkan hutan.

Tinggalkan Balasan ke helvry Batalkan balasan